JurnalVokasi mempublikasikan artikel ilmiah dari hasil Penerapan IPTEKS dan Pengabdian Kepada Masyarakat dengan scope pengabdian bidang teknik dan sosial. Usaha mitra UKM di Kecamatan Blang Mangat Lhokseumawe diketahui kurang berkembang dikarenakan manajemen pengelolaan usaha bersifat tradisional, segmentasi pasar sangat terbatas, dan
Desa Wedi di Kecamatan Kapas, Bojonegoro punya beragam inovasi penganan dan minuman dari buah salak. Salah satu inovasi terbarunya adalah teh kulit salak. Seperti apa olahan teh kulit salak dari Desa Wedi Bojonegoro? Salak merupakan buah yang sering ditemui di daerah tropis, seperti Indonesia. Buah bernama Latin Salacca Zalacca ini memiliki kulit yang tajam dengan daging buah yang segar. Di Bojonegoro, ada sebuah desa yang cukup identik dengan buah salak. Yakni Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Bojonegoro. Selain penghasil salak, warga Desa Wedi juga dikenal sebagai penghasil olahan penganan dari dari salak. Beragam olahan salak berhasil dibuat oleh warga Wedi yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Pokdarwis Restu Mujtaba. Salah satu olahan terbaru dari Pokdarwis Restu Mujtaba adalah teh kulit salak. Ide awal dari pembuatan teh kulit salak ini datang dari Muhammad Subhkan, selaku penggerak Kelompok Sadar Wisata Pokdarwis Restu Mujtaba di Desa Wedi. Ia ingin memanfaatkan limbah yang tak terpakai dari buah salak. Di Pokdarwis Restu Mujtaba yang dipimpin oleh Subhkan, buah salak memang diolah menjadi beragam jenis penganan. Mulai dari kurma, brownies, hingga molen. Bagian lain juga bisa diolah seperti biji yang mampu disulap jadi kopi. Subhkan kemudian ingin memanfaatkan limbah kulit salak yang tak terpakai. Lewat eksperimen bersama dengan mahasiswa pertanian dari Malang dan Surabaya, teh kulit salak pun berhasil dibuat. “Limbah yang belum terpakai selama ini adalah kulit. Jadi kami coba kembangkan untuk jadi teh kulit salak. Kebetulan ada penelitian dari mahasiswa dari Surabaya dan Malang juga,” ungkap Subhkan. Proses pembuatan teh kulit salak ini pun tak begitu rumit. Kulit salak yang sudah dibersihkan dicuci hingga bersih. Kemudian dijemur sampai benar-benar kering. Setelah kering, kulit salak dihaluskan dengan bantuan blender bersama dengan tambahan kayu manis. Usai halus, bubuk kulit salak kemudian dimasukkan ke dalam kantong teh. Dengan tambahan air panas, teh kulit salak pun siap disajikan. Menurut Subhkan, teh kulit salak ini sudah melalui proses uji lab. Proses pembuatannya juga diawasi oleh tim Program Kemitraan Wilayah dari Universitas Surabaya serta mahasiswi dari Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian Malang STTP. “Kandungan dari teh ini sudah diuji lab. Kita juga dibantu oleh teman-teman dari Ubaya dan STTP,” ujar Subhkan. Teh ini memiliki aroma salak yang cukup kuat. Cita rasanya pun cenderung sepet. Sehingga, jangan lupa untuk menambahkan gula untuk mengurangi kadar rasa sepetnya. Teh kulit salak ini sudah mulai dijual melalui brand Bunda Arum. Satu boks teh bersisi 10 kantong teh kulit salak dihargai Rp 7 ribu. Harga yang cukup terjangkau tentunya. Gimana Nabs? Tertarik untuk mencoba teh kulit salak dari Pokdarwis Restu Mujtaba. Kalau penasaran, langsung saja datang ke Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Bojonegoro untuk membeli sekaligus mencicipinya.

Tehyang dijual Rp 3 ribu per sachet itu adalah hasil karya lima mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP-UB). Mereka Mhas Agoes, Triambada, Audisty Oktavian, Saraswati, Wildan Noor dan Rahayu. Menurut mereka, kulit salak mengandung unsur aktif cinamic acid derivative. yaitu senyawa yang mendorong regenerasi sel epitel.

The study aimed to determine the level of ethanol that produced by the flesh of salak fruits with the fermentation process. The method used was an experimental method. The technical is fermentation, with tape yeast starter, determination of ethanol and purification. Ethanol level in the flesh of fresh fruits without handling was the highest levels of ethanol in the fruit flesh of 4 days after the plucking was and the fruit flesh of 7 days after the plucking was Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free J. Akademika Kim. 64 237-240, November 2017ISSN 2302-6030 p, 2477-5185 e237PEMBUATAN ETANOL DARI BUAH SALAK Salacca zalacca MELALUI PROSESFERMENTASIThe Production of Ethanol from Salak Fruit Salacca zalacca through Fermentation Process*Ni Ketut Wartini, Paulus H. Abram, dan Nurdin RahmanPendidikan Kimia/FKIP – Universitas Tadulako, Palu – Indonesia 94118Received 18 September 2017, Revised 18 October 2017, Accepted 20 November 2017AbstractThe study aimed to determine the level of ethanol that produced by the flesh of salak fruits with thefermentation process. The method used was an experiment method. The technical is fermentation, with tapeyeast starter, determination of ethanol and purification. Ethanol level in the flesh of fresh fruits withouthandling was the highest levels of ethanol in the fruit flesh of 4 days after the plucking was andthe fruit flesh of 7 days after the plucking was Ethanol, flesh salak fruits, Salacca zalacca, atau etil alcohol lebih dikenal denganalkohol, dengan rumus kimia C2H5OH adalahcairan tak berwarna dengan karakteristik antaralain mudah menguap, mudah terbakar, larut dalamair, tidak karsinogenik, dan jika terjadi pencemarantidak memberikan dampak lingkungan yangsignifikan Jannah,2010. Penggunaan etanolsebagai bahan bakar bernilai oktan tinggi atauaditif peningkat bilangan oktan pada bahan bakarsebenarnya dan hal tersebut dilakukan sejak abad19. Mula-mula etanol digunakan untuk bahanbakar lampu pada masa sebelum perang saudara diAmerika Serikat. Kemudian pada tahun 1860Nikolous Otto menggunakan bahan bakar etanoldalam mengembangkan mesin kendaraan dengansiklus Otto Jannah, 2010. Etanol diproduksidengan cara fermentasi menggunakan bahan bakuhayati yang dihasilkan dari fermentasi gula yangmengandung bahan seperti tetes tebusari tebu atausirup tebu, berbagai jenis tanaman, gula bitdanjagung manis Umamaheswari, dkk., 2010.Salak sebagai tanaman hortikultura, mudahmengalami kerusakan karena faktor mekanis, fisis,fisiologis dan mikrobiologis. Hal ini disebabkankarena salak mempunyai kadar air yang cukuptinggi yaitu sebesar 78 % dan kandungankarbohidrat sebesar 20,9% Direktorat GiziDepartemen Kesehatan Republik Indonesia,1979. Perubahan lain yang cukup merugikanadalah terjadinya perubahan warna daging buahsecara enzimatis karena kandungan tanin reaksibrowning enzimatis. Kandungan tanin inimemberikan rasa sepat asam buah salak serta jikaterkena udara maka akan menghasilkan perubahan*CorrespondenceNi Ketut WartiniProgram Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan, Universitas Tadulakoe-mail niketutwartini12 by Universitas Tadulako 2017warna coklat pada daging buah salak. Salakmerupakan salah satu tanaman buah asli gizi buah ini cukup tinggi, di antaranyakarbohidrat, protein, kalsium, fosforus dan zat besiAnarsis, 1996. Buah salak dapat dimakan sebagaibuah segar. Namun demikian buah salak dipedesaan hanya sebagian kecil yang dapatdikonsumsi, sehingga mengalami tersebut perlu diatasi dengan cara buah salakdiolah menjadi manisan, sehingga tetapmemberikan nilai yang sering digunakan pada pembuatanbioetanol yaitu fermentasi dasarmelibatkan kegiatan enzimatik lactobacilli,Leuconostoc, pediococci, ragi dan jamurKohajdova & Karovicova, 2007. Metabolismemereka menghasilkan produksi rantai pendek asamlemak seperti laktat, asetat, butirat format danasam propionate Kohajdova & Karovicova, 2007.Fermentasi etanol atau alkoholisasi adalah prosesperubahan gula menjadi alkohol dan karbondioksida oleh mikroba, terutama oleh khamirSaccharomyces cerevisiae Yonas, 2013.Jenismikroba yang dapat digunakan dalam pembuatanbioetanol salah satunya adalah Saccharomycescerevisiae yang merupakan organisme uniseluleryang bersifat makhluk mikroskopis dan disebutsebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gulasebagai sumber karbon untuk metabolismeAzizah, dkk., 2012.Tulisan ini dimaksudkan untuk menentukankadar etanol yang dihasilkan pada daging buahsalak dengan waktu salak dikupas terlebih dahulu darikulitnya, dibersihkan kulit arinya dan dikeluarkanbijinya. Selanjutnya daging buah salak dicucibersih dengan air, dipotong kecil-kecil ± 1 cm danditimbang sebanyak 300 gram untuk masing-masing sampel daging buah salak menggunakanneraca digital. Tiap ukuran berat daging buah salakdiblendar sampai halus, disaring menggunakan Pembuatan Etanol dari Buah Salak Melalui Proses……....0%2%4%6%8%10%12%0 hari 4 hari 7 hariEtanolLama pendiaman buah salak sebelum difermentasikain bersih hingga diperoleh filtrat dari dagingbuah yang diperoleh, dimasukkan ke dalamgelas dipasteurisasi pada suhu120 oC selama 15 menit Putri & Supartono,2015. Tujuan pasteurisasi pada suhu tersebutadalah mensterilkan bahan agar tidak adamikroorganisme lain yang hidup sebagaipengganggu dan didiamkan sampai dingin. Filtratbuah salak yang sudah dingin dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 30 mL, dimasukkandalam erlenmeyer yaitu sebanyak 30 yang berisi fitrat buah salak sebanyak30 mL ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 2gram dan urea 2 gram sebagai sumber nutrisi dandikocok hingga semuanya larut. Selanjutnya 2gram ragi tape ditambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer Purba, 2013. Selanjutnyadilakukan inkubasi dengan cara menutup rapaterlenmeyer, dan selang disambungkan darierlenmeyer ke wadah yang berisi air pada suhuberkisar antara 27-30 oC selama 2 tahap fermentasi ini, sampel erlenmeyer Aditambahkan dengan starter 1, sampel erlenmeyerB ditambahkan dengan starter 2, dan untuk sampelerlenmeyer C ditambahkan dengan starter menutup ketiga erlenmeyer hasilcampuran tersebut dengan aluminium foilkemudian dilakukan pendiaman selama 4 hariuntuk masing-masing variasi pemetikan PemisahanSetelah difermentasi selama 4 hari dari masing-masing sampel, selanjutnya disaring menggunakanpompa vakum dan diambil filtratnya. Filtrat yangdiperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalamlabualas bulat dan dipasang pada rangkaian alatevaporator. Pada proses ini dilakukan pemanasanpada suhu 78 oC untuk memisahkan etanol daricampurannya. Larutan hasil evaporasi selanjutnyaditentukan kadarnya dengan menggunakanalkoholmeter Moeksin & Francisca, 2010.Hasil Dan PembahasanAnalisis kadar etanol pada berbagai variasi haripemetikan daging buah salakGambar 1. Kadar etanol berdasarkan variasi haripemetikan daging buah salak dan difermentasimasing-masing selama 4 hariGambar 1 memberikan informasi bahwa setelahdilakukan pengukuran kadar etanol menggunakanalat alkoholmeter dari hasil evaporator, terdapatperbedaan kadar etanol pada daging buah salakyang bagus dan sudah matang yang diambil daripohonnya pada hari pertama dipetik, dan padadaging buah salak setelah pemetikan hari pertamadidiamkan selama 4 hari, dan daging buah salaksetelah pemetikan hari pertama didiamkan selama7 hari daging buah salak busuk. Pada daging buahsalak yang bagus yang diambil dari pohonnya padahari pertama dipetik dan difermentasi 4 harimenghasilkan kadar etanol yang diperoleh yaitudengan 3 kali pengukuran yang dihasilkan padapengukuran pertama 13%, pengukuran kedua11%, dan pengukuran ketiga yaitu 10%. Kadaretanol rata-rata yaitu sebanyak 11,3%. Sedangkandaging buah salak setelah pemetikan hari pertamayang didiamkan selama 4 hari dengan fermentasi 4hari menghasilkan kadar etanol rata-rata sebanyak7,6%. rata-rata dengan 3 kali pengukuranpengukuran pertama 8,7%, pengukuran kedua7,6%, dan pengukuran ketiga yaitu 6,5%. Dagingbuah salak setelah pemetikan hari pertama yangdidiamkan selama 7 hari daging buah salak busukdan difermentasi 4 hari, kadar etanol yangdiperoleh yaitu dengan 3 kali pengukuran yangdihasilkan pada pengukuran pertama 4,6%,pengukuran kedua 3,5%, dan pengukuran ketigayaitu 10%. Kadar etanol rata-rata yaitu sebanyak2,3%. Dengan kadar etanol rata-rata yaitusebanyak 3,4%.Kadar alkohol tertinggi setelahdievaporator dan diukur menggunakan alatalkoholmeter terdapat pada daging buah salak yangbagus dan sudah matang yang diambil daripohonnya pada hari pertama dipetik denganpenggunaan ragi tape menghasilkan kadar etanolsebesar 11,3%. Hal ini dikarenakan daging buahsalak yang bagus dan sudah matang masihmengandung glukosa karbohidrat yang banyakyang dapat difermentasi dengan baik oleh bakteriSaccaromycess cereviceae sehingga menghasilkankonsentrasi alkohol yang lebih tinggi Purnamasari,dkk., 2013. Dapat dilihat dari reaksi dibawahmenunjukan untuk daging buah salak yang masihbagus dan sudah matang yang baru dipetik tampapendiaman, pada saat difermentasi menghasilkanetanol dengan gas + 2CO2Sedangkan pada daging buah salak setelahpemetikan hari pertama di diamkan selama 4 hari,dan daging buah salak setelah pemetikan haripertama didiamkan selama 7 hari daging buahsalak busuk, glukosa dan karbohidrat yangterkandung mengalami kerusakan baik itu karenafaktor mekanis, fisis, biologis maupunmikrobiologis sehingga kadar alkohol yang didapatlebih sedikit dibandingkan dengan daging buahsalak yang bagus Purnamasari, dkk., 2013. Volume, 6, No. 4, 2017, 237-240239Kerusakan buah salak ternyata disebabkan pertamaoleh faktor mekanis seperti benturan diantara buahsalak itu sendiri, buah dengan wadah, gesekan,tekanan dan buah jatuh dari tandannya. Kedua,faktor fisiologis seperti respirasi yang secara alamisenantiasa berlangsung sejak tandan buah tersebutdipangkas dari pohonnya sampai saatpenyimpanan buah salak dilakukan. Ketiga, faktormikrobiologis seperti lingkungan kebun yang tidakbersih menyebabkan banyak mikrobia khususnyajamur berpeluang untuk mengkontaminasi buahsalak terutama bagian pangkal buah setelah buahsalak tersebut terlepas dari bagian ketiga faktor di atas, penyebab kerusakanbuah salak adalah faktor biologis seperti seranganserangga atau hama tikus yang menyukai buahsalak masak. Penundaan pemanenan dalam upayauntuk mendapatkan harga yang lebih tinggi justrumenyebabkan buah salak kelewat masak dansebagian kulitnya pecah baik secara melintang ataumembujur, dengan demikian kualitas buah salakmenjadi turun. Berbagai faktor tersebut di atasterbukti sebagai pemicu timbulnya berjamur,busuk dengan bau menyengat, terjadi perubahanwarna, buah menjadi layu dan kering seperti yangdiungkapkan oleh Purnamasari, dkk., 2013. Adapun penurunan kadar etanol, hal ini disebabkankarena glukosa dan nutrisi dalam media fermentasijumlahnya sudah mulai berkurang sehinggamikroba dalam jumlah yang cukup besar hanyamengkonsumsi sisa nutrisi, kemungkinan lainkarena terjadinya perubahan etanol yangteroksidasi oleh oksigen menjadi asam dilihat dari reaksi dibawah ini,menunjukan bahwa pada daging buah salak 4 harisetelah pemetikan dan daging buah salak 7 harisetelah pemetikan, glukosa pada saat difermentasiterbentuk atau menghasilkan etanol dengan gasCO2, namun megalami reaksi berlanjutmembentuk asam asetat atau asam karboksilatkarena mengalami oksidasi dan reaksi denganalkohol sisa hasil oksidasi membentuk etil asetatatau CH3COOH CH3COOC2H5+ H2OPengaruh lama waktu fermentasi terhadap kadaretanolFermentasi alkohol adalah prosespenguraian glukosa menjadi etanol dan CO2yangdihasilkan oleh aktifitas suatu jenismikroorganisme yang disebut khamir dalamkeadaan anaerob. Faktor yang dapatmempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan darifermentasi adalah mikroorganisme dan media yangdigunakan. Selain itu hal yang perlu diperhatikanselama fermentasi adalah pemilihan khamir,konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigendan suhu Muin, dkk., 2014.Penelitian ini menggunakan ragi Saccharomycescerevisiae karena mikroba Saccharomyces cerevisiaememiliki beberapa kelebihan dibandingkanmikroba lain, Saccharomyces cerevisiae dapatmenghasilkan alkohol hingga 2% dalam 72 jamO’Leary, dkk., 2004. Mikroba Saccharomycescerevisiae menghasilkan enzim invertase dan enzimzimase dengan adanya kedua enzim tersebutmikroba Saccharomyces cerevisiae dapatmengkorversi gula menjadi etanol. Gula darikelompok disakarida akan dihidrolisis enziminvertase menjadi monosakarida selanjutnya enzimzimase akan mengkonversi monosakarida menjadialkohol dan karbondioksida Judoamidjojo, dkk.,1992.Menurut Azizah, dkk., 2012 menyatakanbahwa Saccharomycescerevisiae akan tumbuhoptimal dalam kisaran suhu 30 °C-35 °C danpuncak produksi alkohol dicapai pada suhu 33 ° suhu terlalu rendah, maka fermentasi akanberlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhuterlalu tinggi maka Saccharomycescerevisiae akanmati sehingga proses fermentasi tidak akanberlangsung. Tapi ada batasan untuk proseskehidupan mikroorganisme, suhu yang lebih tinggimungkin tidak mendukung pertumbuhan, sel-selakan mati, enzim dapat mengubah sifat dan lajupembentukan produk mungkin itu semua fermentasi bersifat eksotermik,tingkat panas yang dilepaskan tergantung padakondisi alam disekitarnya. Oleh karena itu kontrolsuhu lengkap pada suhu optimum tentu akanmeningkatkan produksi etanol Umamaheswari,dkk., 2010Waktu fermentasi adalah waktu yangdibutuhkan oleh Saccharomyces cerevisiaemengubahatau memfermentasi glukosa menjadi etanol. Padaproses fermentasi, waktu fermentasimempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Lamafermentasi pada proses produksi etanol sangatmempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Jikaetanol yang terkandung di dalam substrat tinggimaka hal ini justru akan berpengaruh burukterhadap pertumbuhan Saccharomyces karena itu dibutuhkan lama fermentasi yangtepat untuk proses fermentasi bioetanol agardidapatkan kadar etanol dalam jumlah yang tinggiAzizah, dkk., 2012.Penelitian ini, menggunakan waktu fermentasi4 hari, karena proses fermentasi pada waktu 4 haridari berat yeast 6 gram palinsg optimum karenamenghasilkan kadar etanol tertinggi. Dimanaaktivitas bakteri pada lama fermentasi 4 hari palingoptimum, setelah waktu 4 hari konversi glukosaakan menurun karena penurunan aktivitas bakteriakibat pertumbuhan bakteri yang cepat tidakdiimbangi dengan nutrisi yang cukup dan bakteriakan mati karena kehabisan nutrisi Susanti, dkk.,2011. Pembuatan Etanol dari Buah Salak Melalui Proses……....240KesimpulanPada daging buah salak yang matang dan barudipetik dari pohonnya tanpa pendiamanmenghasilkan kadar etanol yang peling tinggi yaitusebesar 11,3%, sedangkan pada daging buah salak4 hari setelah pemetikan menghasilkan kadaretanol 7,6%, dan pada daging buah salak 7 harisetelah pemetikan menghasilkan kadar etanol3,4%.Ucapan TerimakasihUcapan terimakasih penulis sampaikan kepadaHusnia, Nurbaya, dan Tasrik yang telahmemberikan bimbingan dan masukan dalammenyelesaikan penelitian PustakaAnarsis, W. 1996. Agribisnis komoditas Penerbit Bumi N., Al-Baarri, N. & Mulyani, S. 2012.Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol,ph dan produksi gas pada proses fermentasibioetanol dari whey dengan substitusi kulit Aplikasi Teknologi Pagan, 12, Gizi Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 1979. Daftar komposisi bahanmakanan. JakartaBharata Karya A. M. 2010. Proses fermentasi hidrolisatjerami padi untuk menghasilkan bioetanol. JurnalTeknik Kimia, 17 1, M., Darwis, A. A. & Sa’id, E. G.1992. Teknologi fermentasi. Teknik Industri,62, Z. & Karovicova, J. 2007.Fermentation of cereals for specific of Food and Nutrition Research, 462, R. & Francisca, S. 2010. Pembuatanetanol dari bengkuang dengan variasi berat ragiwaktu dan jenis ragi. Jurnal Teknik Kimia, 17 2, R., Lestari, D. & Sari, T. W. 2014.Pengaruh konsentrasi asam sulfat dan waktufermentasi terhadap kadar bioetanol yangdihasilkan dari biji alpukat. Jurnal Teknik Kimia,204, V. S., Green, R., Sullivan, B. C. &Holsinger, V. H. 2004. Alcohol production byselected yeast strains in lactase hydrolyzed acidwhey. Jurnal Biotechnology and Bioengineering,197, E. S. 2013. Pengaruh lama fermentasiterhadap kadar etanol dari biji alpukat perseaamericana mill. Skripsi, Yogyakarta UniversitasNegeri F., Ruli, S. F., Sari, E. & Rahma, 2013. Pemanfaatan limbah buah salak sebagaisumber bahan bakar alternatif Research, 24, E. S. & Supartono. 2015. Pemanfaatanlimbah tandan kelapa untuk pembuatan bioetanolmelalui proses hidrolisis dan fermentasi. IndonesianJournal of Chemical Science, 43, A. D., Prakoso, P. T. & Prabawa, H.2011. Pembuatan bioetanol dari kulit nanasmelalui hidrolisis dengan asam. Ekuilibrium, 102, M., Jayakumari, M., Maheswari,K., Subashree, M., Mala, P., Sevanthi, T. &Manikandan, T. 2010. Bioethanol productionfrom cellulosic materials. International Journal ofCurrent Research, 1, M. I. 2013. Pembuatan bioetanol berbasissampah organik batang jagung Suatu penelitian dilaboratorium kimia UNG. Skripsi, GorontaloUniversitas Gorontalo. ... Proses perubahan glukosa menjadi etanol oleh jamur Saccharomyces cerevisiae adalah akibat aktivitas dari enzim invertase [20] dan zimase [21] yang dihasilkan jamur tersebut. ...Junaini JunainiElvinawati ElvinawatiSumpono SumponoThis study aims to determine the effect of Aspergillus niger levels on bioethanol production in banana cobs using Saccharfication Simultation Fermentation SSF method. This research uses banana kepok Musa paradisiaca L. obtained from Enggano Island of Bengkulu Province. Enggano Island is one of the outermost islands of Bengkulu Province which has a coordinate point of 5023'25,000 '' LS - 102014'16,000 '' BT. Samples of banana done preparation before the hydrolysis and fermentation process by smoothing the banana cobs using a blender until it becomes mush. Samples in the form of slurry were then added by Aspergillus niger and Sccharomyces cerevisiae. Hydrolysis performed for 72 hours which then continued with the fermentation process for 5 days. In the study there were 5 treatments addition of Aspergillus niger 107 CFU/mL, addition of 10 mL Saccharomyces cerevisiae, addition of 10 mL Saccharomyces cerevisiae + Aspergillus niger 106 CFU/mL, 10 mL Saccharomyces cerevisiae + Aspergillus niger 107CFU/mL and 10 mL Saccharomyces cerevisiae + Aspergillus niger 108CFU/mL. The fermentation results were distilled and then measured the ethanol content by the specific gravity method. Ethanol content obtained from each treatment were and respectively. From one-way analysis test can be obtained the value of Fcount and Ftabel respectively are and so the value of Ftable Abstract Pineapple skin is an agricultural waste that has a carbohydrate content of about 1054% and the skin of pineapple juice glucose levels by 17% so it can be utilized to ethanol. Hydrolysis reaction is so slow that the reaction requires a catalyst. The catalyst used in this study were hydrochloric acid HCl. This study aims to Learn how to use the skin of pineapple waste as alternative raw material manufacture bioethanol. The variables studied were the concentration of hydrochloric acid, the hydrolysis and fermentation time. Sorghum starch hydrolysis process using a three neck flask equipment, mercury stirrer, heating mantle, cooling behind and a thermometer to measure temperature. Sampling for glucose analysis performed when the temperature reaches 100oC every 45 minutes to obtain optimum glucose levels. Glucose samples were analyzed by using the Lane-Eynon. Data analysis showed the longer the higher the hydrolysis of the resulting glucose levels, but there are times when the glucose level will drop over time for glucose resulting damage due to continuous heating. In the fermentation process is carried out with fermentation time of 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours, 120 hours fiber. The most optimum bacterial activity is a long fermentation for 96 hours. Distillation process carried out on the final results of ethanol fermentation and obtained the highest levels of Keywords Pineapple skin, hydrolysis, fermentation, distillation, ethanol. Abstract Pineapple skin is an agricultural waste that has a carbohydrate content of about 1054% and the skin of pineapple juice glucose levels by 17% so it can be utilized to ethanol. Hydrolysis reaction is so slow that the reaction requires a catalyst. The catalyst used in this study were hydrochloric acid HCl. This study aims to Learn how to use the skin of pineapple waste as alternative raw material manufacture bioethanol. The variables studied were the concentration of hydrochloric acid, the hydrolysis and fermentation time. Sorghum starch hydrolysis process using a three neck flask equipment, mercury stirrer, heating mantle, cooling behind and a thermometer to measure temperature. Sampling for glucose analysis performed when the temperature reaches 100 ºC every 45 minutes to obtain optimum glucose levels. Glucose samples were analyzed by using the Lane-Eynon. Data analysis showed the longer the higher the hydrolysis of the resulting glucose levels, but there are times when the glucose level will drop over time for glucose resulting damage due to continuous heating. In the fermentation process is carried out with fermentation time of 24 hours, 48jam, 72 hours, 96 hours, 120 hours fiber. The most optimum bacterial activity is a long fermentation for 96 hours. Distillation process carried out on the final results of ethanol fermentation and obtained the highest levels of keyword Pineapple skin, hydrolysis, fermentation, distillation, ethanol.

IWayan Karta, dkk., Teh Cang Salak:Teh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory | ISSN Online : 2549-1520, ISSN Cetak This study aims to treat salacca peel and secang wood waste into herbal tea and analyze the phytochemical content and antioxidant capacity and organoleptic test of the products made. Salak skin waste samples were taken at the salak center in Sibetan Village and secang wood obtained in Tenganan Village, Karangasem. Antioxidant capacity testing was carried out in the Laboratory Service Unit of the Faculty of Agricultural Technology at UNUD, and phytochemical tests at the Health Polytechnic Department of Denpasar. Organoleptic tests were carried out on 20 panelists. Tea is made by mixing secang wood powder which has been mashed with salak skin powder using 3 variations, namely VR1 gram gram, VR2 1gram 1 gram, VR3 gram gram , then soaked in hot water and results showed that Cang Salak Tea with variations of VR1, VR2, and VR3 has active phytochemical content of flavonoids, tannins, alkaloids, terpenoids, and phenols. These compounds have the potential for degenerative diseases. Antioxidant capacity in VR1, VR2, and VR3 are and mg / L GAEAC. The difference in content is caused by the presence of antioxidants in higher secang wood compared to bark. The tea has the potential to be developed into an antioxidant drink which is useful for the prevention and control of degenerative diseases. Organoleptic tests showed that Cang Salak tea products with various variations were favored by panelists. The most preferred color is in VR1, the aroma is on VR3, and it feels on VR2. Future studies require strength tests of antioxidant activity and in vitro or in vivo testing of Cang Salak tea for degenerative diseases Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Meditory Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 27 TEH CANG SALAK TEH DARI LIMBAH KULIT SALAK DAN KAYU SECANG YANG BERPOTENSI UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT DEGENERATIF I Wayan Karta1, 2Putu Annand Kurnia Iswari, 3Luh Ayu Nanamy Khrisnashanti Eva Susila 1Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Denpasar 2 KIRS 4 Denpasar 3Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Sanitasi Sidakarya, Denpasar Email iwayankartaganesh Abstract Background Salacca peel and secang wood contain secunder metabolite that use for health, so is needed the practice health product like a tea. Objective This study aims to treat salacca peel and secang wood waste into herbal tea and analyze the phytochemical content and antioxidant capacity and organoleptic test of the products made. Methods Salacca peel waste samples were taken at the salak center in Sibetan Village and secang wood obtained in Tenganan Village, Karangasem. Antioxidant capacity testing was carried out in the Laboratory Service Unit of the Faculty of Agricultural Technology at UNUD, and phytochemical tests at the Health Polytechnic Department of Denpasar. Organoleptic tests were carried out on 20 panelists. Tea is made by mixing secang wood powder which has been mashed with salak skin powder using 3 variations, namely VR1 gram gram, VR2 1gram 1 gram, VR3 gram gram , then soaked in hot water and analyzed. Result The results showed that Cang Salak Tea with variations of VR1, VR2, and VR3 has active phytochemical content of flavonoids, tannins, alkaloids, terpenoids, and phenols. These compounds have the potential for degenerative diseases. Antioxidant capacity in VR1, VR2, and VR3 are and mg / L GAEAC. The difference in content is caused by the presence of antioxidants in higher secang wood compared to bark. The most preferred color is in VR1, the aroma is on VR3, and it feels on VR2. Conclusion The tea has the potential to be developed into an antioxidant drink which is useful for the prevention and control of degenerative diseases. Organoleptic tests showed that Cang Salak tea products with various variations were favored by panelists. Future studies require strength tests of antioxidant activity and in vitro or in vivo testing of Cang Salak tea for degenerative diseases. Keywords salacca, secang wood, antioxidant, tea, degenerative disease PENDAHULUAN Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel DNA danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua. Penyakit degeneratif disebut juga sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan. Pesatnya perkembangan penyakit tersebut telah mendorong masyarakat luas untuk memahami dampak yang ditimbulkannya. Menurut WHO, hingga I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 28 akhir tahun 2005 saja penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir 17 juta orang di seluruh dunia. Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Ada sekitar 50 penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain kanker, diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan sebagainya. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit degeneratif mempunyai kaitan cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia seseorang. Meskipun faktor keturunan juga berperan cukup besar. Pergesaran pola hidup termasuk pola makan menyebabkan ketidakseimbangan antara senyawa antioksidan dan prooksidan dalam tubuh. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang berujung pada terjadinya beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, atherosclerosis, kanker, cardiovaskuler. Salah satu upaya untuk menekan terjadinya stress oksidatif pada tubuh adalah dengan menyeimbangkan jumlah antioksidan dan prooksidan dalam tubuh dengan cara mengkonsumsi makanan sebagai sumber senyawa bioaktif untuk meningkatkan kapasitas antioksidan plasma. Oleh karena itu, dibutuhkan produk pangan yang memiliki kandungan aktif antioksidan yang berpotensi untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit degeneratif. Dalam penelitian ini akan dikembangkan produk berupa teh dari limbah kulit salak dari Agrowisata Salak Desa Sibetan dan kayu secang dari Desa Tenganan Kabupaten Karangasem. Bentuk produk ini berupa celup bubuk kulit salak yang dicampur dengan serbuk kayu secang dan dikemas. Produk ini akan dikenal sebagai teh Cang Salak. Istilah “Teh” memiliki makna yang cukup luas, tidak hanya berlaku untuk sebutan tanaman Camellia sinensis pohon teh. Semua jenis minuman dari tanaman apapun yang disajikan dengan cara diseduh bisa disebut sebagai “Teh”. Berbagai jenis minuman yang dihasilkan dari daun, kulit, akar, bunga tumbuhan lain selain tanaman teh juga disebut dengan istilah teh. Misalnya adalah teh ginseng, teh I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 29 bunga melati, teh daun sirsak, teh bunga rosela atau teh krisan1. Kulit salak di Agro Abian Salak Desa Sibetan selama ini belum dimanfaatkan, padahal kulit salak memiliki manfaat untuk kesehatan. Sebagian masyarakat percaya dan pernah mencoba meminum air seduhan kulit salak untuk mengatasi penyakit diabetes. Ekstrak etanol kulit buah salak mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavonoid, tanin, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen dengan parameter standar simplisia non spesifik berupa kadar air sebesar 13,25%, kadar abu total sebesar 5,61% dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,50%2. Kayu secang mengandung asam galat, tanin, resin, resorsin, brazilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsri. Ekstrak kayu secang Caesalpinia sappan L. hasil penapisan mengandung lima senyawa aktif yang terkait dengan flavonoid baik sebagai antioksidan primer maupun antioksidan sekunder. Telah diketahui ternyata flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil, singlet oksigen, hidrogen peroksida3. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dibuat produk teh Cang Salak untuk dikembangkan menjadi minuman berantioksidan yang bermanfaat bagi penyakit degeneratif. Sehingga dalam penelitian ini diuji kandungan fitokimia dan kadar antioksidan produk teh Cang Salak serta uji organoleptik untuk melihat kesukaan dari masyarakat dalam hal ini panelis. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui hasil uji fitokimia, kapasitas antioksidan, dan uji organoleptik dari variasi komposisi teh dari kayu secang dan kulit salak. Data primer berupa uji fitokimia dan uji kapasitas antioksidan pada sampel teh dilakukan dengan cara pengujian di laboratorium. Uji fitokimia alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid, saponin, fenol, dan tanin dilakukan langsung di laboratorium Kimia Terapan Jurusan Analis Kesehatan, sedangkan kapasitas antioksidan dilakukan di Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pada uji organoleptik diuji mengenai aroma, rasa I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 30 dan warna pada kulit yang diberikan kepada 20 orang. Tahapan penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Formulasi teh dibuat dengan tiga jenis formulasi yaitu 1 Formulasi VR 1 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 1,5 gram dengan 0,5 gram serbuk kulit salak; 2 Formulasi VR2 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 1,0 gram dengan 1,0 gram serbuk kulit salak; dan 3 Formulasi VR3 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 0,5 gram dengan 1,0 gram serbuk kulit salak. Data yang telah diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan organoleptik diolah secara manual dan dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi dengan kajian pustaka yang relevan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Fitokimia dan Kapasitas Antioksidan Uji fitokimia dilakukan secara kualitatif menggunakan reagen yang sesuai dan dihasilkan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia pada Variasi Formulasi “Teh Cang Salak” Uji kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH menggunakan spektrofotometer, dan dihasilkan data seperti Tabel 2. Tabel 2. Analisa Kapasitas Antioksidan pada Variasi Formulasi“Teh Cang Salak” Kapasitas Antioksidan mg/L GAEAC I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 31 Hasil Uji Organoleptik 1 Hasil Penilaian Warna Gambar 1. Hasil Uji Penilaian Warna Teh Cang Salak 2 Hasil Penilaian Rasa Gambar 2. Hasil Uji Penilaian Rasa Teh Cang Salak I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 32 3 Hasil Penilaian Aroma Gambar 3. Hasil Uji Penilaian Aroma Teh Cang Salak Tabel 1 menunjukkan kandungan fitokimia yang terdapat pada masing-masing formula campuran. Ketiga formulasi menunjukkan adanya kandungan fitokimia yang sama. Hal in berarti kandungan aktif yang terdapat pada masing-masing sampel masih ada walaupun berbeda campuran. Masing-masing sampel mengandung adanya flavonoid, tannin, alkaloid, terpenoid dan persenyawaan fenol. Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan kadar antioksidan pada masing-masing formulasi sampel. Formulasi VR1 menunjukkan kadar antioksidan lebih tinggi, sedangkan VR3 memiliki kadar yang paling rendah. Hal ini terjadi karena kandungan antioksidan pada kayu secang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit salak. Ekstrak kayu secang Caesalpinia sappan L. hasil penapisan mengandung lima senyawa aktif yang terkait dengan flavonoid baik sebagai antioksidan primer maupun antioksidan sekunder. Kulit salak lebih sedikit mengandung antioksidan tetapi memiliki metabolit sekunder lainnya yang berpotensi dalam pencegahan penyakit degeneratif. I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 33 Ketiga formulasi memiliki kandungan flavonoid yang berpotensi dalam pencegahan penyakit degeneratif. Uji positif adanya flavonoid menunjukkan sampel memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan sangat bermanfaat untuk kesehatan. Antioksidan dapat menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal bebas sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan DNA. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 empat macam mekanisme reaksi yaitu pelepasan hidrogen dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, addisi asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan, serta pembentuk senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan4. Flavonoid dapat bekerja sebagai antioksidan untuk melindungi stres oksidatif sel. Mekanisme kerja flavonoid yang berhubungan pada efek penyakit yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain, 1 Efek antiaterosklerosis. Sifat antioksidan flavonoid berpengaruh pada sistem vaskular. Radikal oksigen dapat mengoksidasi LDL, yang menyebabkan kerusakan dinding sel endotel dan berubah menjadi aterosklerosis, 2 Antiinflamasi. Siklooksigenase dan lipoksigenase memegang peran penting dalam mediator inflamasi. Oksidasi asam arakidonat yang melepaskan kedua zat tersebut dimulainya respon inflamasi. lipoksigenase yang menghasilkan senyawa kemotaktik dari asam arakidonat untuk melepaskan sitokin. Adanya senyawa fenolat dapat menghambat kedua jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Kuersetin menghambat aktivitas kedua jalur tersebut dengan cara menurunkan pembentukan metabolit inflamasi, 3 Efek antitumor. Efek anatitumor dari flavonoid masih diteliti. Sistem antioksidan yang tidak adekuat jumlahnya akan menyebabkan kerusakan sel dari radikal bebas. Oksigen reaktif dapat merusak DNA dan divisi sel dengan mengubah pasangan basa yang disebut dengan mutasi. Jika perubahan ini ditemukan dalam gen kritis seperti onkogen pada gen supresor tumor akan membentuk I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 34 inisiasi atau progresif. Spesies oksigen reaktif ROS dapat bereaksi langsung pada gen sinyal dan pertumbuhan. Kerusakan sel akibat radikal bebas oksigen dapat menurunkan mitosis, menambah kerusakan DNA bentuk mutasi dan menambah paparan terhadap DNA ke mutagen. Flavonoid dapat menghambat karsinogenesis. Beberapa flavonoid seperti fisetin, apigenin dan luteolin adalah inhibitor poten dalam proliferasi sel, 4 Efek antitrombogenik. Flavonol adalah partikel antitrombogenik, karena partikel tersebut dapat langsung membersihkan radikal, dengan mempertahankan konsentrasi prostasiklin endotel dan nitrik oksida. Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa flavonoid merupakan bahan yang kuat untuk menghambat aktivitas jalur siklooksigenase dan lipoksigenase, 5 Efek Antivirus, dan 6 Efek antiosteoporosis5. Adanya tannin, polifenol, alkaloid, dan terpenoid mendukung pemanfaatan produk Teh Cang Salak untuk antidiebetes. Mekanisme kerja berbagai tanaman yang mempunyai efek antidiabetes di antaranya adalah mempunyai kemampuan sebagai astringen yang dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi, misalnya tannin. Kemudian mempercepat keluarnya glukosa dari sirkulasi, dengan cara mempercepat peredaran darah yang erat kaitannya dengan kerja jantung dan dengan cara mempercepat filtrasi dan ekskresi ginjal sehingga produksi urin meningkat, laju ekskresi glukosa melalui ginjal meningkat sehingga kadar glukosa dalam darah menurun dan mekanisme mempercepat keluarnya glukosa melalui peningkatan metabolisme atau memasukan ke dalam deposit lemak. Proses ini melibatkan pankreas untuk memproduksi insulin6. Selain beberapa mekanisme tersebut, terdapat mekanisme lain dalam hal mendukung penghambatan komplikasi pada penderita diabetes mellitus yaitu adanya antioksidan dan komponen senyawa polifenol yang menunjukkan dapat menangkap radikal bebas, mengurangi stres oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-α. Senyawa fitokimia ternyata mampu memanipulasi dengan berbagai mekanisme sehingga dapat mengurangi I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 35 komplikasi diabetes melalui pengurangan stres oksidatif, ROS dan TNF-α7. Metabolit sekunder dari kulit buah salak yang memungkinkan berpengaruh pada penurunan glukosa darah yaitu adanya tanin dan flavonoid. Dimana tannin bekerja sebagai astringen yang mempresipitasi protein pori-pori disaluran cerna dan mengurangi absorpsi glukosa serta kerja dari flavonoid yang bersifat antioksidan untuk mencegah stres oksidatif penyebab dari komplikasi penderita diabetes mellitus serta dapat pula membantu mensekresi insulin dari sel β-pankreas8. Alkaloid terbukti mempunyai kemampuan regenerasi sel β-pankreas yang rusak. Alkaloid juga mampu memberi rangsangan pada saraf simpatik yang berefek pada peningkatan sekresi insulin. Kerja alkaloid dalam menurunkan gula darah dalam mekanisme ekstrak pankreatik yaitu dengan cara meningkatkan transportasi glukosa di dalam darah, menghambat absorpsi glukosa di usus, merangsang sintesis glikogen dan menghambat sintesis glukosa. Berdasarkan hal tersebut, teh Cang Salak memiliki potensi untuk pencegahan dan penatalaksanaan penyakit degeneratif akibat adanya radikal bebas, seperti diabetes mellitus. Berdasarkan pada uji organoleptik menunjukkan diterimanya produk oleh para panelis Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Secara umum menyatakan akan kesukaan akan produk ketiga varian tersebut. Dari ketiganya, VR1 lebih disukai dari segi warnanya, sedangkan aromanya lebih banyak pada VR3, dan rasanya pada VR2. Warna yang menarik ditimbulkan oleh adanya kayu secang lebih banyak pada VR1 yang banyak mengandung senyawa brazilin. Kemudian aroma lebih muncul dengan adanya penambahan kulit salak. Untuk ke depannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kekuatan antioksidan dan pengujian lebih lanjut tentang sejauh mana teh Cang Salak bisa digunakan antioksidan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan dalam penelitian sebagai berikut 1 Teh Cang Salak memiliki kandungan aktif fitokimia flavonoid, tannin, alkaloid, terpenoid, dan fenol pada ketiga variasi. 2 Kapasitas antioksidan tertinggi ditemukan pada VR1 yaitu 343,88 mg/L GAEAC. Perbedaan kandungan tersebut diakibatkan oleh adanya antioksidan I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 36 pada kayu secang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit salak. 3 Uji organoleptik menunjukkan produk teh Cang Salak yang paling disukai adalah pada VR1, aromanya pada VR3, dan rasanya pada VR2. Daftar Pustaka 1. Azzamy. 2015. 4 Jenis Teh Terpopuler dan Manfaatnya. Diakses pada diakses tanggal 7 September 2018 2. Fitrianingsih F. Lestari, S. Aminah. 2014. Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak [Salacca Zalacca Gaertner Voss] Dengan Metode Peredaman DPPH. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 3. 2008 Caesalpinia sappan. Direktorat Obat Asli Indonesia. 4. Sayuti, K., R. Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang Andalas University Press 5. Prasain, Wyss. 2010. Flavonoids and Age Related Disease Risk, benefits and critical. Maturitas. 2010 June ; 662 163–171. doi 6. Widowati, W., 2008, Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, JKM, 72, 1-11. 7. Tiwari, A. K. and J. M. Rao, 2002, Diabetes mellitus and multiple therapeutic approaches of phytochemicals Present status and future prospect, Current Science, vol 83, 1 30-38. 8. Suarsana, I. I., 2009, Aktivitas Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus Diabetes, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ... Saat ini inovasi bahan dasar dari minuman teh mulai berkembang, seperti teh dari kelopak bunga, buah-buahan, rempah-rempah, bahkan teh yang berasal dari daun-daunan juga sudah mulai banyak dikembangkan. Penyajian minuman teh pada umumnya dalam bentuk potongan daun kering tubruk, serbuk, dan kantong celup [3]. Bahan dasar lain yang dapat dijadikan inovasi baru dalam pembuatan teh adalah kulit buah salak. ...Reynanda Bagus Widyo AstomoMochamad Angga SyahputraAida MahmudahSnakefruit rind which has been treated as waste has not been optimally processed, in fact it is only used as waste by the community, even though snakefruit peel can be reprocessed into herbal tea for snakefruit peel. Snakefruit skin has a high content of antioxidants and polyphenols. This service activity aims to introduce new innovative products from processed zalacca peels, namely herbal teas at Micro, Small and Medium Enterprises in Wonosalam Village, Jombang Regency. The main process for making tea from bark is drying at a temperature of 60 0C and drying time for 7 hours. This service activity was carried out in August 2022 at the Wonosalam Village community activity workshop and the introduction process was carried out at Micro, Small and Medium Enterprises for soft drink products in Sumber Hamlet, Wonosalam Village. The parameter used to differentiate the quality of herbal teas is the respondent's satisfaction index on the color, taste and aroma of herbal tea. Where the highest satisfaction is in bark tea with Screwpine aroma, which is as much as 75% of the total respondents.... Teh ini memiliki kandungan antioksidan yang berpotensi untuk pencegahan dan penatalaksanaan penyakit degeneratif. Uji organoleptik menunjukkan produk teh Cang Salak yang paling disukai adalah pada VR1, aromanya pada VR3, dan rasanya pada VR2 Karta et al., 2019. Selain produk teh, nantinya dalam program pengembangan kewirausaan ini adalah kopi biji salak, cuka salak, dan kurma salak. ... I Wayan Waya KartaBurhannuddinI Putu SuiraokaMahasiswa perlu memiliki bekal kewirausahaan, sehingga selain memiliki kemampuan dalam bidang ilmu juga memiliki kemampuan daya saing dalam wirausaha. Selama ini produk olahan salak di Agro Abian Salak terdapat permasalahan mengenai pemasaran produk. Dalam upaya meningkatkan jiwa wirausaha dan pendapatan alumni dan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Denpasar, maka permasalahan diberikan solusinya adalah pengembangan produk, produksi produk, dan pemasaran produk salak Sibetan. Mahasiswa dibentuk kelompok dan dilatihkan dari proses produksi hingga pemasaran. Metode dalam kegiatan ini menggunakan Metode pendekatan Participatory Action Learning System PALS. Pada proses kegiatan dilakukan dengan cara daring dan luring. Khalayak sasaran dalam program ini adalah melibatkan 20 calon wirausaha. Berdasarkan hasil program ini tenants telah memiliki pengetahuan dan motivasi dalam kegiatan kewirausahaan ditunjukkan dengan komitmen melakukan usaha, labeling, promosi, dan penjualan. Program ini telah memberikan modal awal untuk berwirausaha kepada tenant, sehingga selanjutnya bisa menjadi wirausaha muda. Peserta telah mampu membuat produk kemasan dan labeling produk, serta memasarkannya di media sosial, warung, dan toko online. Peserta telah melalui proses pembinaan meliputi 3 fase yaitu fase penyadaran kewirausahaan, fase pengkapasitasan dan pendampingan, serta fase pelembagaan dan kerjasama. Agro Abian Salak telah dibantu proses pemasaran dan penjualan produknya sehingga mendorong pengembangan dan peningkatan usaha bagi pelaku Sholihah Fadhil Muhammad TarmidziSalak is only used for the flesh of the fruit, for the peel and seeds of salak, it has not been widely developed into a product and only becomes waste. Consumption of peel is generally made in the form of extracts such as tea, where the peel is dried and then after drying it is mashed into powder and brewed using hot water. The use of hot water needs to attention to the temperature and brewing time because it can affect the amount of nutrient content in the peel tea. The temperature and brewing time affect the direct contact between water and the peel extract powder. The temperature used is 80,90,100 oC with a time of 5,7,10 minutes. The analyzes carried out were analysis of raw material moisture content, analysis of brewing quality, and chemical analysis antioxidants, caffeine, tannins, and total sugar. The results showed that the best results were at 80oC for 10 minutes, the antioxidant content was mg/ml, caffeine mg/ml, tannins mg/ml. The 80oC temperature treatment with a time of minutes resulted in the highest total sugar content of Ashok TiwariJ. Madhusudana RaoAccording to recent estimates, the human population worldwide appears to be in the midst of an epidemic of diabetes. Despite the great strides that have been made in the understanding and management of diabetes, the disease and disease-related complications are increasing unabated. Parallel to this, recent developments in understanding the pathophysiology of the disease process have opened up several new avenues to identify and develop novel therapies to combat the diabetic plague. Concurrently, phytochemicals identified from traditional medicinal plants are presenting an exciting opportunity for the development of new types of therapeutics. This has accelerated the global effort to harness and harvest those medicinal plants that bear substantial amount of potential phytochemicals showing multiple beneficial effects in combating diabetes and diabetes-related complications. Therefore, as the disease is progressing unabated, there is an urgent need of identifying indigenous natural resources in order to procure them, and study in detail, their potential on different newly identified targets in order to develop them as new therapeutics. This article presents an overview of multiple aspects of the pathobiology of diabetes mellitus and multi-modal therapeutic effect of medicinal plants/phytochemicals and discusses the present status and future prospects of these derived products are consumed by a large percentage of the population to prevent, delay and ameliorate disease burden; however, relatively little is known about the efficacy, safety and underlying mechanisms of these traditional health products, especially when taken in concert with pharmaceutical agents. The flavonoids are a group of plant metabolites that are common in the diet and appear to provide some health benefits. While flavonoids are primarily derived from soy, many are found in fruits, nuts and more exotic sources, kudzu. Perhaps the strongest evidence for the benefits of flavonoids in diseases of aging relates to their effect on components of the metabolic syndrome. Flavonoids from soy, grape seed, kudzu and other sources all lower arterial pressure in hypertensive animal models and in a limited number of tests in humans. They also decrease the plasma concentration of lipids and buffer plasma glucose. The underlying mechanisms appear to include antioxidant actions, central nervous system effects, gut transport alterations, fatty acid sequestration and processing, PPAR activation and increases in insulin sensitivity. In animal models of disease, dietary flavonoids also demonstrate a protective effect against cognitive decline, cancer and metabolic disease. However, research also indicates that the flavonoids can be detrimental in some settings and, therefore, are not universally safe. Thus, as the population ages, it is important to determine the impact of these agents on prevention/attenuation of disease, including optimal exposure intake, timing/duration and potential Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah SalakS P FitrianingsihF LestariS AminahFitrianingsih F. Lestari, S. Aminah. 2014. Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak [Salacca Zalacca Gaertner Voss]Antioksidan, Alami dan SintetikK SayutiR YenrinaSayuti, K., R. Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang Andalas University PressPotensi Antioksidan sebagai AntidiabetesW WidowatiWidowati, W., 2008, Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, JKM, 72, Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus DiabetesI I SuarsanaSuarsana, I. I., 2009, Aktivitas Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus Diabetes, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 50dari air seduhan teh buah salak bongkok untuk suhu penyeduhan 70°C, dan 80°C berturut-turut adalah 309,124 ppm dan 213,665 ppm. Kata kunci: Teh buah salak Bongkok, Antioksidan, DPPH Pembuatan Serial Konsentrasi sampel 20, 30, 40, 50 dan 60 ppm Sampel (ppm) Volume (ml) Sampel Metanol DPPH 20 1 3 1 30 1,5 2,5 1 40 2 2 2 50 2,5 1,5 1 0% found this document useful 0 votes1K views10 pagesDescriptionLaporan Pembuatan Teh Kulit SalakCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes1K views10 pagesPembuatan Teh Kulit SalakJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Manfaatlain dari kulit salak adalah membantu menstabilkan tekanan darah, baik tekanan darah rendah maupun tekanan darah tinggi. Sebaiknya mengonsumsi teh kulit salak secara rutin selama 2 minggu. 3. Mengobati ambeien. Teh kulit salak ini juga mampu mengobati ambeien. Anda bisa mencampur teh kulit salak dengan gula merah dan mengonsumsinya 2 4. Cara mengolah kulit salak jadi tehDalam Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 Januari 2015, Teh Herbal Kulit Salak Bagi Penderita Diabetes, dijelaskan proses pembuatan teh salak. Cara membuatnya cukup sederhana karena hanya membutuhkan kulit salak dan air untuk kulit salak sebanyak 100 gram kemudian cuci hingga bersih. Rebus kulit salak ini dengan 1 liter air hingga mendidih dan air berkurang setengahnya. Kemudian saring teh kulit salak menggunakan kain kasa agar ampas kulit salak tidak ikut kulit salak bisa langsung dikonsumsi ataupun diberi tambahan madu atau rempah seperti kayu manis dan cengkeh sebagai penambah rasa. Buah salak Foto Getty Images/iStockphoto/JokoHarismoyo5. Teh dan ekstrak kulit salak instanSelain bisa membuat teh kulit salak langsung, kamu juga bisa memilih teh dan ekstrak kulit salak yang praktis. Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya membuat teh kulit salak Mhas Agoes, Triambada, Audisty Oktavian, Saraswati, Wildan Noor dan Rahayu yang mengembangkan teh kulit salak dengan merek Litlak Tea. Teh ini ditawarkan dengan berbagai varian rasa original, vanila dan cokelat. Untuk penderita diabetes dianjurkan hanya minum varian teh instan ada juga ekstrak kulit salak yang dibuat oleh Hilda Nur Azizah. Hilda menuturkan, ekstrak kulit salak ini sudah terbukti menurunkan atau menormalkan gula jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung ITB ini sudah mencoba pada tikus percobaan yang telah diberikan makanan dengan kadar gula tinggi."Gulanya dari level 210 pada pada tikus setelah kita beri makanan manis dosis tinggi, langsung turun normal di bawah 100 setelah makan ekstrak kulit salak. Pada manusia juga sama," jelas Hilda. Simak Video "Perpaduan Seafood dengan Jus Salak, Emang Nyambung?" [GambasVideo 20detik] dvs/odi . 309 404 365 409 399 456 62 176

jurnal pembuatan teh dari kulit salak